"Tujuan berbuat baik bukanlah untuk membuat orang lain bahagia, tetapi untuk membuat diri kita berbuat baik"
Saat itu, seorang sahabat menghubungiku. layar kaca telpon genggamku menyala, diiringi getaran dan nada sederhana, notifikasi; sebuah pesan diterima. Saat itu aku sedang sibuk berselancar dalam dunia fantasi dan tenggelam dalam imajinasi. Beberapa waktu kemudian, alam sadarku kembali mengontrol kewarasan, seketika ingat untuk membuka pesan yang telah diterima. Bergegaslah, ku ambil telpon genggamku.
Darko mengirim sebuah pesan singkat, tapi tak sesingkat hidup, hanya cukup singkat untuk ukuran pesan, isi pesan itu kubaca perlahan-lahan, dengan teliti dan hati-hati.
Ia mengirimkan pesan yang berisi ajakan untuk pergi, ia mengajakku ke suatu tempat untuk ngopi, sore hari sembari merayakan kepergian matahari, lantas ku jawab pesannya dengan persetujuan tanpa kecuali.
Aku mencoba menebak bahwa mungkin ada sesuatu yang ingin dikatakan atau dicurhatkan dari sahabatku ini, Lalu kita berdua sepakat untuk bertemu jam lima sore.
Ia mengirimkan pesan yang berisi ajakan untuk pergi, ia mengajakku ke suatu tempat untuk ngopi, sore hari sembari merayakan kepergian matahari, lantas ku jawab pesannya dengan persetujuan tanpa kecuali.
Aku mencoba menebak bahwa mungkin ada sesuatu yang ingin dikatakan atau dicurhatkan dari sahabatku ini, Lalu kita berdua sepakat untuk bertemu jam lima sore.
Singkat cerita, tiga puluh menit sebelum jam lima sore aku telah bersiap untuk pergi menemui Darko. Dengan pakaian sederhana, baju flanel yang masih menyisakan harum parfum hari kemarin, lengkap dengan celana jeans hitam. Mesin roda dua ku nyalakan dengan penuh semangat ku pacu dan beranjak. Beberapa menit kemudian telah sampailah aku ditempat yang sebelumnya dijanjikan dengan selamat.
Saat itu suasana belum terlalu ramai pengunjung, hanya ada beberapa anak-anak berseragam sekolah duduk rapi lengkap dengan gelas-gelas kopi di mejanya, berbincang, tertawa hingga berfoto ria. Di sudut ruangan kedai kopi, seorang lelaki dengan perawakan putih tinggi terlihat santai menunggu dengan sebatang rokok di jepitan jarinya, dialah Darko temanku.
Ia sampai lebih awal barangkali lima menit sebelum aku tiba. duduk di suatu meja bernomer 13, tanpa ragu ku hampiri. Darko menyapa dengan sedikit senyum yang berbeda, aku telah menerka ada apa, pastinya dia akan bercerita.
"Apa kamu belum memesan kopi? Tanyaku
"Sudah, aku sudah memesannya, aku juga sudah memesankan satu untukmu"
"Wah, trimakasih sobat"
Kami berdua pun duduk berhadapan, lantas kunyalakan rokok, lalu kutanya dia.
"Sepertinya ada sesuatu yang ingin kamu katakan ?"
"Iya, Begitulah kaawan, banyak hal yang akhir-akhir ini membuatku terpikirkan akan sesuatu yang aku lakukan"
Ucap Darko dengan raut wajah berubah agak kusut.
Dengan pelan, ku tanya: "kok bisa kamu merasa demikian, apa yang terjadi padamu ?"
"Apa kamu belum memesan kopi? Tanyaku
"Sudah, aku sudah memesannya, aku juga sudah memesankan satu untukmu"
"Wah, trimakasih sobat"
Kami berdua pun duduk berhadapan, lantas kunyalakan rokok, lalu kutanya dia.
"Sepertinya ada sesuatu yang ingin kamu katakan ?"
"Iya, Begitulah kaawan, banyak hal yang akhir-akhir ini membuatku terpikirkan akan sesuatu yang aku lakukan"
Ucap Darko dengan raut wajah berubah agak kusut.
Dengan pelan, ku tanya: "kok bisa kamu merasa demikian, apa yang terjadi padamu ?"
Aku gak tahu, aku ngerasa kalo semua hal yang aku lakukan itu seakan tidak berguna, buat siapapun, apa kamu pernah merasa gak, kalo setiap hal yang kamu lakukan dan yang kamu kasih ke orang yang ada di sekitarmu itu tidak mereka butuhkan samasekali, dan berpikir bahwa seakan-akan jerih payah dan kebaikan yang pernah kita berikan itu seolah tidak bernilai.
Darko dalam keadaan yang membuatnya tak tenang, terperangkap dalam kegelisahan, hingga sesuatu yang dilakukannya seperti tak berguna. Darko adalah seorang yang memiliki sikap empati yang tinggi, ia selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain, dengan caranya. di tempat kerjanya, di lingkungan masyarakat dan keluarga, dia adalah orang yang berorientasi bahwa membahagiakan orang lain adalah sebuah kebahagiaan dan dengan cara melakukan kebaikan lah Darko menilai bahwa dia dapat membahagiakan orang di sekitarnya.
Darko dalam keadaan yang membuatnya tak tenang, terperangkap dalam kegelisahan, hingga sesuatu yang dilakukannya seperti tak berguna. Darko adalah seorang yang memiliki sikap empati yang tinggi, ia selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain, dengan caranya. di tempat kerjanya, di lingkungan masyarakat dan keluarga, dia adalah orang yang berorientasi bahwa membahagiakan orang lain adalah sebuah kebahagiaan dan dengan cara melakukan kebaikan lah Darko menilai bahwa dia dapat membahagiakan orang di sekitarnya.
Ia terkadang mengesampingkan kepentingannya untuk terlebih dahulu membantu orang lain, Hingga pada satu titik tertentu dia merasa bahwa sikap seperti itu terkadang membuatnya tersudut dan merasa tak berguna. Ada satu permasalahan yang membuatku tertarik untuk mengulasnya, yakni tentang "Perbuatan baik Darko yang seolah sia-sia".
"Lalu mengapa harus bersedih ?"
"Ya. Sedihlah pastinya, kita kan udah berusaha baik buat mereka"
"Enggak, kamu ga perlu sedih, dan juga gak perlu merasa bahwa kebaikanmu tak berguna, berbuat baik itu memang harus, apalagi untuk orang yang kamu sayangi"
"Iya, yang aku tahu aku telah melakukannya, aku mencoba untuk membuat mereka bahagia" ucap Darko.
" Baguslah, jika seperti itu"
"Lalu mengapa harus bersedih ?"
"Ya. Sedihlah pastinya, kita kan udah berusaha baik buat mereka"
"Enggak, kamu ga perlu sedih, dan juga gak perlu merasa bahwa kebaikanmu tak berguna, berbuat baik itu memang harus, apalagi untuk orang yang kamu sayangi"
"Iya, yang aku tahu aku telah melakukannya, aku mencoba untuk membuat mereka bahagia" ucap Darko.
" Baguslah, jika seperti itu"
Tapi, Terkadang mereka tak pernah menghargai apa yang aku berikan, terlebih mereka juga selalu menutut.
Darko menundukkan kepalanya dengan nafas tarikan nafas yang dalam.
"Tak usah bersedih kawan, apalagi bingung, begini ; kamu kasih yang terbaik bagi mereka, bagi orang-orang yang ada di sekitarmu, di lingkungan pekerjaan, di rumah; rekan kerja, orang tua ataupun pasanganmu, tapi jangan pernah meminta untuk dibalas atau dihargai, sebab sekecil apapun kebaikanmu sudah berharga, dan satu lagi yang pasti, jangan memberikan kebaikan untuk membuat orang lain bahagia, karena apa yang kita beri pada dasarnya takkan pernah bisa membuat mereka puas, jadi, alasan terbaik saat kamu berusaha melakukan kebaikan untuk orang yang lain, bukanlah agar mereka bahagia, tetapi, agar kamu mampu untuk berbuat baik. Kawan, menjadi baik tapi tidak dicintai dan tidak dihargai orang lain mungkin akan membuat kita sedih, tetapi ketika kita tidak bisa mencintai dan menghargai diri kita atas kebaikan kita samasekali adalah bentuk penderitaan yang sesungguhnya"
Darko menghela, terlihat sedikit lega.
Dari kejauhan suara nyanyian pengamen cilik terdengar, menusuk telinga tanpa permisi, menggugah hati untuk ikut bernyanyi, Darko melihatnya dengan seksama sembari memasukan tangan kanannya ke saku celana, ia mengambil dua lempeng uang koin untuk diberikan pada sang pengamen cilik itu, dengan penglihatan yang tajam si pengamen cilik menghampiri Darko seakan-akan ia tahu Darko akan memberinya koin, pengamen cilik itu pun mengulurkan topinya ke arah Darko, tanpa ragu Darko mengisi topi itu dengan koin yang telah dia persiapkan sebelumnya, seketika nyanyian si pengamen itu berhenti, lekas ia pergi tanpa pamit.
"Tak usah bersedih kawan, apalagi bingung, begini ; kamu kasih yang terbaik bagi mereka, bagi orang-orang yang ada di sekitarmu, di lingkungan pekerjaan, di rumah; rekan kerja, orang tua ataupun pasanganmu, tapi jangan pernah meminta untuk dibalas atau dihargai, sebab sekecil apapun kebaikanmu sudah berharga, dan satu lagi yang pasti, jangan memberikan kebaikan untuk membuat orang lain bahagia, karena apa yang kita beri pada dasarnya takkan pernah bisa membuat mereka puas, jadi, alasan terbaik saat kamu berusaha melakukan kebaikan untuk orang yang lain, bukanlah agar mereka bahagia, tetapi, agar kamu mampu untuk berbuat baik. Kawan, menjadi baik tapi tidak dicintai dan tidak dihargai orang lain mungkin akan membuat kita sedih, tetapi ketika kita tidak bisa mencintai dan menghargai diri kita atas kebaikan kita samasekali adalah bentuk penderitaan yang sesungguhnya"
Darko menghela, terlihat sedikit lega.
Dari kejauhan suara nyanyian pengamen cilik terdengar, menusuk telinga tanpa permisi, menggugah hati untuk ikut bernyanyi, Darko melihatnya dengan seksama sembari memasukan tangan kanannya ke saku celana, ia mengambil dua lempeng uang koin untuk diberikan pada sang pengamen cilik itu, dengan penglihatan yang tajam si pengamen cilik menghampiri Darko seakan-akan ia tahu Darko akan memberinya koin, pengamen cilik itu pun mengulurkan topinya ke arah Darko, tanpa ragu Darko mengisi topi itu dengan koin yang telah dia persiapkan sebelumnya, seketika nyanyian si pengamen itu berhenti, lekas ia pergi tanpa pamit.
Selanjutnya aku berkata pada Darko: "Darko apakah dengan dua buah koin yang kamu berikan pada pengamen itu akan membuat dia bahagia serta cukup?"
Darko menjawab "Barangkali tidak, karena mungkin ia butuh banyak koin untuk memenuhi kebutuhannya"
Darko menjawab "Barangkali tidak, karena mungkin ia butuh banyak koin untuk memenuhi kebutuhannya"
Kembali ku tegaskan pada Darko ;
"Memberi kebaikan bukan untuk membuat orang lain bahagia, tapi agar kita selalu senantiasa berbuat baik, sebanyak apapun kebaikan yang kamu berikan pada orang lain, takkan membuat orang itu puas, merasa cukup dan bahagia, walaupun kebaikan-kebaikan kecil lakukanlah atas dasar agar kita berbuat baik bukan karena untuk membahagiakan seseorang."Darko pun tersenyum dan mulai menghabiskan kopinya yang terlanjur membeku.
Dan berbuat baiklah untuk kebaikan.
Kontributor: Hariman
Posting Komentar
Posting Komentar